Pages

Monday, December 4, 2017

Sowan Guru


Pesan Bu Guru BP kami.
Kesempatan bertemu dengan teman-teman sekolah entah itu SD, SMP, SMA, atau kuliah adalah hal yang sangat berharga. Pertemuan yang terkadang tidak ada juntrungannya atau tidak ada tujuan apa-apa selain bertemu itu sendiri. Makanya mungkin ada yang enggan karena reuni hanyalah ajang makan-makan sambil ngobrol yang “tidak berfaedah”.

Tapi bukankah pertemuan itu mendekatkan nurani? Bertemu kawan lama bisa juga menjadi “obat seger” dari rutinitas yang membuat kita kehilangan spontanitas. Apalagi teman-teman sekolah adalah teman-teman di masa kita masih muda, bergairah, dan menganggap masalah hidup terberat adalah ketika di atas rapor ada nilai 5, atau baru ditolak gebetan.

Itulah mengapa acara reuni masih menjadi agenda yang ditunggu-tunggu.

Di setiap reuni, selain bertemu dengan teman-teman, kadang ingin juga hadir sosok yang tak bisa dipisahkan dari sejarah kita bersekolah, yaitu Bapak dan Ibu guru. Guru memang sosok yang selalu mengesankan, bahkan meskipun jika waktu itu kenangan yang tercipta bukan kenangan yang melulu indah.

Begitu, ya, Mbak Relita dan Mbak Yuli, dua orang blogger dengan tutur halus yang membuat saya memikirkan kembali tentang sosok guru-guru saya. Begitu banyak yang bisa diceritakan, tapi saya memilih tentang hal yang satu ini.

Bapak mertua saya adalah seorang guru. Dan setiap kali saya pulang mudik lebaran, undangan untuk menghadiri reuni bertumpuk di atas meja. Beliau selalu bersemangat untuk hadir, meskipun dalam kondisi yang kurang sehat, atau meskipun di rumah masih banyak saudara dan tamu. Bertemu dengan murid-murid, ternyata adalah hal yang juga menyenangkan bagi beliau. Meskipun seringkali pertemuan murid dan guru ini hanya terbatas pada reuni. Kesempatan yang hanya bisa terulang sekian tahun kemudian.

Entah pada pertemuan yang mana, beberapa teman saya semasa SMA mencetuskan ide yang, sesungguhnya tidak baru, tapi keren. Sebuah program untuk memberikan sumbangsih kepada guru.

Jika selama ini guru-guru mentok diingat pada saat reuni, bagaimana kalau kita memberikan perhatian khusus kepada para guru ini, tidak hanya setahun sekali, atau bahkan sepuluh tahun sekali. Tergantung seberapa sering angkatan kita reuni.

Berkat keberanian dan kenekadan teman-teman yang didukung oleh teman-teman (hampir) satu angkatan di SMA, maka lahirlah: Celengan. Ada beberapa orang yang menjadi “pengurus” celengan, dengan dukungan teman-teman seangkatan yang berada di dua grup Whatsapp. Seperti namanya, celengan ini serupa dana sosial, isinya bersumber dari teman-teman satu angkatan di SMA Negeri 3 Solo. (Duh, sebutin angkatannya nggak yaaa…)

Salah satu program utama Celengan adalah: Sowan Guru. Alias datang ke rumah-rumah guru-guru kami, terutama adalah guru yang mengajar selama periode kami bersekolah.

Program sowan guru ini tidak sekedar menjalin hubungan yang telah lewat belasan tahun, tapi juga berusaha mendata tentang kondisi terkini pamong kami semasa remaja itu, dan apakah diantara guru-guru kami ini, ada yang memerlukan sesuatu yang bisa kami haturkan.

Mencari data guru, ternyata tidak mudah juga. Dengan bantuan beberapa guru yang masih aktif mengajar, kami dapat juga kontak berupa nomor telepon dan alamat rumah. Guru-guru kami ini juga memiliki semacam paguyuban guru, rutin bertemu secara berkala. Apakah waktu berkumpul itu para guru membicarakan kami juga para muridnya, entahlah. Hehe.

Ujung tombak sowan guru tentunya teman-teman yang masih berdomisili di Solo. Tentu saja karena sebagian besar guru-guru kami juga masih tinggal di sana. Beberapa kali sowan guru juga dijadwalkan jika ada teman yang sedang mudik. Intinya kami mendatangi rumah guru-guru kami (ada juga beberapa yang ditemui di tempat mengajar), untuk bersilaturahim. Syukurlah, setelah lebih dari dua puluhan guru kami temui, semuanya memberikan kesan positif.
Sowan Pak Koes, ngobrol diantara rumus-rumus fisika

Saya, baru berkesempatan ikut satu kali. Bersama dua orang sahabat mendatangi seorang guru Fisika yang tentu saja waktu saya SMA, bukan guru favorit saya karena pelajarannya waktu itu bikin pusing. Beliau saat ini sudah pensiun, tapi masih aktif mengajar ilmu Fisika, membuka les, dan mempersiapkan anak-anak sekolah yang akan mengikuti olimpiade.

Bapak Koesmanto, guru fisika saya itu, masih sama seperti terakhir kali saya mengingat beliau.

Ketika bertemu. langsung terbayang ketika menuliskan rumus-rumus fisika dengan begitu cepatnya di papan tulis. Ketika saya cuma menatap dengan nanar karena tidak bisa mengikuti penjelasannya yang kalau diingat-ingat lagi, sebetulnya sangat runut. Saya ingat Bapak Koesmanto lengkap dengan kacamata yang agak melorot, dengan sorot mata yang mengingatkan saya pada Einstein. Hanya kali ini rambutnya lebih banyak yang memutih.

Tentu saja Pak Koes, begitu beliau dipanggil, tidak mengingat saya. Saya bukan murid yang menonjol di bidang fisika, selain pernah jadi penulis kelas yang menuliskan lembar-lembar catatan fisikanya di papan tulis. Tapi pak Koes menyebutkan nama beberapa teman seangkatan saya, yang salah satunya sekarang jadi dosen di ITB.

Pembicaraan dengan pak Koes, yang tidak terbayang bisa saya lakukan belasan tahun yang lalu, ternyata menyenangkan. Saya lupa waktu itu nge-teh atau tidak, tapi dalam gerimis hujan, saya tahu, bahwa seorang guru yang benar-benar mencintai profesinya, sampai puluhan tahun kemudian tidak akan pernah kehilangan semangat. Beliau hidup, meski tidak lewat dirinya, tapi juga hidup lewat harapan-harapan yang beliau titipkan pada murid-muridnya.

Salah satu harapan pak Koes yang jadi nyata, tentu saja ketika mengenang teman saya, yang kini menjadi dosen di universitas ternama itu. Dalam hati kecil saya berharap, pak Koes juga bisa merasa bangga untuk saya, yang tidak pernah dapat nilai 10 dalam pelajaran fisika, dan kini tidak ingat lagi tentang teori Newton atau gelombang elektromagnetik. Barangkali iya, tapi tak bisa terungkap lewat bahasa Fisika.

Pada waktu reuni SMA yang kami adakan tahun 2016 pada musim mudik lebaran, kami juga mengundang guru-guru kami sebanyak yang kami bisa. Lokasinya di sekolah, yang sudah berubah 80% dari sejak kami meninggalkannya. Ada beberapa guru yang urung datang karena meskipun sudah akan dijemput, menolak karena enggan merepotkan. Ah, sampai kapanpun guru-guru adalah sosok yang tak ingin membuat repot siapapun.

Di acara reuni itu kami bercerita tentang program sowan guru dan menyampaikan permohonan maaf jika ada guru-guru yang belum sempat kami sowani. Ketika acara selesai, seorang guru kami, yang jujur saja tadinya saya tidak ingat mengajar apa, mendekati saya. Beliau berkata sambil tersenyum: “Mbak, saya ini belum pernah didatangi, lho.”

Beliau adalah Bapak Sri Santoso, guru olahraga kami. Dalam waktu singkat kami berupaya supaya teman-teman yang masih ada di Solo untuk liburan lebaran itu bisa mengatur waktu kunjungan ke rumah Bapak Sri Santoso. Seperti biasa, setelah kunjungan, teman-teman memberikan “laporan” yang secara umum berisi kondisi kesehatan, kondisi keluarga, dan sejauh apa kami bisa menyampaikan titipan untuk beliau.

Tentunya kami bahagia dan lega jika para guru dalam kondisi sehat dan tak kurang suatu apa. Tapi guru-guru kami ini, dalam berbagai kondisi, secara garis besar tidak menyampaikan keluhan apapun .

Takdir Allah, tak lama setelahnya, kami mendengar kabar bahwa Bapak guru kami itu meninggal dunia.

Seorang guru matematika kami yang sangat disegani, juga kami dengar kabar sedonya, tak lama setelah “Celengan” sempat sowan ke ndalem beliau. Beliau dalam kondisi sehat, dan sedang berolahraga ketika Allah memanggil. Kami selalu mengenang beliau karena tak banyak dari kami yang berhasil lolos dalam ulangan mingguan matematikanya. Saya pribadi sepertinya cuma lolos satu kali. Bahkan untuk mendapatkan nilai tujuh saja, sulitnya bukan main.

Ketika menyadari begitu banyak guru-guru kami dipanggil Allah, kami bersyukur bahwa kami sempat sowan. Bapak dan ibu guru kami ini, tentunya telah berpuluh tahun mengabdi menjadi pendidik. Tidak hanya mengajar, tidak hanya menjejalkan rumus-rumus ke kepala kami yang penuh dengan rencana dolan dan colut. Bapak dan ibu guru kami juga semakin tua. Seperti juga kami, yang meskipun selalu berasa masih pakai seragam putih dan abu-abu, kini juga telah menderita encok, dan tak kuat begadang.

Dalam waktu sowan yang demikian singkat, kami ingin menyelipkan sedikit kenangan kepada bapak dan ibu guru tentang kami. Bahwa murid-muridnya yang tak seberapa pandai, dan selalu merepotkan ini, meski barangkali cuma sekali ini sempat bertemu, kami ingat.
Pesan Pak Hartadi

Tak banyak yang kami bawa. Barangkali hanyalah sekotak roti, selembar kain, atau sekeranjang buah. Tapi sungguh banyak yang kami dapatkan. Di akhir pertemuan selalu kami minta bapak dan ibu guru ini menuliskan pesannya untuk kami. Dan diantara pesan-pesan itu selalu terselip doa untuk kesuksesan kami semua.

Semua guru, tetap memandang kami sebagai murid-muridnya sekian belas tahun yang lalu. Semuanya selalu menitipkan pesan dan doa, supaya kami semua menjadi orang yang berguna. Tak ada yang mengingat kemarahan, tak ada yang tidak membuat kami menjadi semakin tidak bersyukur.
Pesan Pak Darsono, guru Sosiologi

Teman-teman yang sempat sowan, sesudahnya selalu menyampaikan kisah yang indah. Selalu ada hal baru yang kami dapatkan. Sampai kapanpun kami adalah murid yang selalu belajar.

Sowan guru juga mendekatkan kami, anak-anak lulusan sebuah SMA yang jumlahnya ratusan, yang dulu nge-geng dan tak begitu kenal satu sama lain. Ada banyak kondisi yang membuat mengurusi Celengan dan tetek bengeknya membuat kami seperti benar-benar kapok, musuhan, pundung, mutung, dan marah. Tapi kami seperti segerombolan landak yang ingin tetap hangat karena dekat, meski kadang kecubles duri.

Saya pribadi jadi lebih mengenal teman-teman SMA saya, yang dulu bahkan tidak tahu kelas apa, rumahnya di mana, kuliah di mana. Seorang pemilik perusahaan di Solo mau blusukan ke pasar untuk belanja kelengkapan warung di rumah guru yang dibuka lewat program Celengan ini. Atau teman yang lain yang mau manjat-manjat demi memasang rak dan spanduk untuk warung pak guru.

Saya juga cuma bisa menyemangati lewat grup WA, teman-teman yang menempuh hujan badai, literally, untuk sampai ke rumah guru-guru kami. Saya juga jadi tahu, cerita-cerita teman-teman tentang guru-guru kami ini yang tak se-cetek kisah saya. Saya cuma bisa terharu bahwa pada masa sekian belas tahun yang lalu, ada teman-teman yang benar-benar menjadikan kehadiran para guru ini sebagai orang tua. Dan kedekatan antar mereka tak sekedar dihubungkan pada lembar-lembar kertas ulangan.

Begitu banyak yang kami dapatkan, hingga sadar sepenuhnya bahwa Celengan dan “Sowan Guru”nya, bukanlah persembahan dari kami, tapi adalah sesuatu yang kami dapatkan.






Friday, December 1, 2017

Memahami UHC Kota Semarang di Acara Temu Blogger Kesehatan


Di penghujung bulan November yang dingin dan basah karena siraman hujan, 35 Blogger dari wilayah Semarang dan sekitarnya dikoordinasi oleh TitikTengah Partnership, mendapatkan kesempatan dari Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk mendapatkan informasi seputar kesehatan di The Wujil Resort, Ungaran. Informasi tentang kesehatan ini sebagian besarnya belum banyak dipahami oleh kami sebagai masyarakat kota Semarang. Mulai dari Program Universal Health Coverage (UHC) Semarang, sampai metode Rockport. Awam banget nget nget.

Puskesmas Gayamsari Semarang
Ayo ke Puskesmas!

Apa yang terlintas ketika dengar kata Puskesmas? Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, dr Widoyono, MPH, membuka perjumpaan siang dengan para blogger di The Wujil Resort, dengan pertanyaan itu. Jawaban dari peserta jadi bermacam-macam, mulai dari: Peralatan yang jadul, ruangan kotor, antri lama, obat generik, pelayanan lambat, dan lain-lain meluncur dari mulut teman-teman. Hehe. Maafkan, Pak Kadinkes, karena memang sebagai awam, terlanjur mencap Puskesmas sebagai tempat untuk memeriksakan kesehatan yang cenderung kuno. Tapi ada juga yang mengakui sangat terbantu dan puas dengan pelayanan di Puskesmas di dekat tempat tinggalnya. Meskipun bukan Puskesmas yang sama dengan KTP, tapi tetap melayani dengan baik.

Nah, sebetulnya Puskesmas itu gimana, sih?

Pak Widoyono yang humoris secara lugas memaparkan bahwa Puskemas adalah layanan kesehatan, bukan “kesakitan”. Jadi begini, dalam terminologi dunia kesehatan, ada dua hal yaitu: sehat dan sakit. Nah orang sehat diurusi oleh puskesmas, sementara orang sakit diurusi oleh rumah sakit (dan teman-temannya).

Jadi Puskesmas itu sejatinya bertugas mengurus orang sehat, bukan orang yang sakit.

Oleh karenanya, diharapkan masyarakat mau datang ke Puskesmas, justru untuk memeriksakan dirinya atau berkonsultasi ketika sehat. Hal ini terkait dengan paradigma sehat itu sendiri. Bahwa kegiatan Promotif dan Preventif, alias kegiatan pencegahan lebih baik dibandingkan kuratif dan rehabilitatif, atau pengobatan. Salah satu kegiatan promotif adalah penyuluhan kesehatan, misalnya tentang kesehatan gigi dan mulut. Contoh kegiatan preventif adalah kegiatan pemberian vitamin A untuk balita.

Puskesmas di seluruh kota Semarang jumlahnya hanya 37 unit. Puskesmas sejumlah itu memiliki tanggungjawab yang sangat luas untuk memelihara kesehatan masyarakat kota Semarang melalui tindakan-tindakan yang diharapkan bisa mencegah sebelum terjadi sakit. Belum lagi dengan jumlah tenaga dan sumber daya lain yang lebih terbatas. Bandingkan dengan institusi yang berhubungan dengan orang sakit, seperti Apotik, RSUD, RS, Toko Obat, Klinik, Dokter Praktek, dan lain-lain. Jumlahnya tentu jauh lebih banyak. Apalagi “layanan kesakitan” dipandang lebih bernilai ekonomi dibandingkan “layanan kesehatan”.

Selain itu, Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), masih juga wajib mengurusi orang sakit. Ada 144 diagnosis penyakit yang harus bisa ditangani oleh Puskesmas. Misalnya: batuk, pilek, dan diare. Jadi, warga masyarakat juga diharapkan pengertiannya, jika menderita penyakit-penyakit tersebut untuk memeriksakan diri ke Puskesmas terlebih dahulu, dibandingkan langsung merujuk pada Rumah Sakit.

Tapi segala tantangan itu justru menjadikan Puskesmas bersemangat untuk terus meningkatkan pelayanannya. Seperti ketika pagi sebelum ke Ungaran untuk bertemu Bapak Widoyono, rombongan blogger sempat mendatangi Puskesmas Gayamsari. Puskesmas Gayamsari ini adalah satu-satunya Puskesmas di Kota Semarang yang mendapatkan predikat Paripurna. Fyi, beberapa tahun belakangan memang sedang dilakukan akreditasi untuk puskesmas-puskesmas di seluruh penjuru Indonesia, untuk mengetahui sejauh mana semua sumber daya yang dimiliki Puskesmas tersebut.

Puskesmas Gayamsari melayani wilayah 7 kelurahan, didukung oleh 50 tenaga kerja. Jenis-jenis pelayanan yang ada adalah pemeriksaan umum, pemeriksaan kesehatan gigi, pemeriksaan balita sakit, pemeriksaan kesehatan ibu dan anak, farmasi, laboratorium, dan layanan inovasi berupa klinik VCT, klinik rehabilitasi narkoba, dan klinik kesehatan tradisional.

Salah satu program unggulan Puskesmas Gayamsari antara lain Gomil atau Gojek Ibu Hamil yaitu program penjemputan untuk ibu-ibu hamil yang hendak memeriksakan dirinya ke Puskesmas. Puskesmas Gayamsari yang memiliki motto: “Sehat Anda Kebahagiaan Kami” saat ini sedang berupaya terus meningkatkan pelayanannya baik secara fisik, dengan mengajukan rencana dan rancangan bangunan gedung Puskesmas yang baru untuk tahun 2020, maupun dengan terus meningkatkan profesionalitas setiap tenaga kerja yang terlibat di dalamnya. Semoga Puskesmas Gayamsari terus berbenah, semakin baik, dan prima dalam pelayanan kesehatan untuk masyarakat Gayamsari khususnya dan kota Semarang pada umumnya.

Selain Puskesmas Gayamsari yang sempat kami kunjungi, 36 Puskesmas lainnya di seluruh wilayah kota Semarang semakin hari juga terus berlomba-lomba untuk meningkatkan pelayanan kesehatannya.

Nah, dengan informasi tersebut, kita sebagai warga kota Semarang tidak perlu ragu untuk berkonsultasi ke Puskesmas, terkait dengan kesehatan diri, keluarga, dan lingkungannya. Ingat, ke Puskesmas tidak perlu menunggu sakit, ya!

Program UHC (Universal Health Coverage) Kota Semarang

Nah, ini adalah program kesehatan yang sedang hangat bahkan hot banget di kalangan warga kota Semarang. Bayangkan aja, pesan berantai yang sampai ke aneka sosmed ini sungguh memikat hati. Setiap warga kota Semarang, mulai November 2017 bisa berobat gratisss! Hal ini membuat warga berbondong-bondong mendatangi faskes untuk mendapatkan pengobatan. Tapi tak sesederhana itu, lho!

Sesungguhnya apa sih, program UHC itu?

Nah, pada sesi sore, para blogger bertemu dengan ibu Lilik Farida, beliau adalah Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Semarang. Ibu Lilik menjelaskan bahwa UHC ini adalah program kesehatan kota Semarang yang bekerjasama dengan BPJS. Program UHC membuat masyarakat kota Semarang tidak perlu membayar premi BPJS sendiri, melainkan dibayarkan oleh pemerintah kota Semarang. Waaaw!

Tapi tunggu dulu, premi BPJS yang akan dibayarkan itu khusus untuk BPJS kelas 3. Nah, catatannya begini, setelah mendapatkan program UHC, masyarakat berarti telah setuju untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan plafon BPJS kelas 3. Jika nanti terjadi sakit dan ingin naik ke kelas 2 atau 1, maka otomatis keikutsertaan dalam program UHC dinyatakan gugur.

Jadi UHC ini adalah program bantuan pembayaran iuran (bantuan iur) BPJS (kelas 3) untuk masyarakat kota Semarang. Apa saja syarat kepesertaan UHC? Yang pertama, punya dokumen kependudukan kota Semarang, setidaknya 6 bulan. Kedua, mau mendapatkan pelayanan kesehetan tingkat pertama di faskes di kota Semarang. Selanjutnya dan yang penting, pendaftaran tidak dapat diwakilkan, alias no calo!

Bagi satu keluarga dalam satu KK dapat didaftarkan oleh kepala keluarga atau salah satu anggota keluarga di dalam KK tersebut. Bagi lansia atau siapapun yang sudah tinggal sendiri, dan dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk mendaftar sendiri ke dinas kesehatan kota Semarang, misalnya karena sakit, bisa mendaftarkan program UHC melalui Puskesmas setempat.

Ingat yaa, UHC akan gugur jikalau peserta ingin naik kelas pelayanan BPJSnya. Dan bagi yang masih memiliki tunggakan BPJS juga harus melunasinya dulu.

Dengan demikian, UHC ini semua warga kota Semarang adalah penerima bantuan iur. Meskipun demikian, mengingat bahwa bantuan iur yang diberikan berupa layanan untuk BPJS kelas 3, masyarakat diharapkan bisa mempertimbangkan sendiri, sasaran dari program UHC ini untuk siapa.

Selain menyampaikan tentang program UHC, bu Lilik juga menjelaskan tentang program PIS-PK. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK). Program ini adalah melakukan kunjungan ke seluruh keluarga di Kota Semarang untuk mendata tentang kesehatannya. Jadi bentuknya berupa kegiatan survey ke rumah-rumah. Indikatornya ada 12, sebagai berikut:
  1. Keluarga mengikuti program KB
  2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
  3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
  4. Bayi mendapat ASI eksklusif
  5. Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan
  6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
  7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
  8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
  9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
  10. Keluarga sudah menjadi anggota JKN
  11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
  12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Atas dasar ke 12 indikator tersebut, keluarga dinyatakan sehat bila >80% tergolong baik. Nah, sebagai warga kota Semarang harus dukung PIS-PK ini ya. Jadi kalau ada petugas kesehatan yang datang, harap diterima dengan tangan terbuka. Tidak perlu disuguhi teh anget atau cemilan kok, hehe, yang penting sampaikan informasi dengan sejujurnya. Data-data ini penting untuk mengembangkan rencana kerja dan program kesehatan yang penting dan cocok untuk warga kota Semarang.

Yuk, cek kesehatanmu secara rutin

Dukung GERMAS dengan Cek Kesehatan Secara Rutin

Naah, sesi malam adalah sesi yang cukup mendebarkan sebetulnya. Hehe. Bukan karena agak ngantuk, tapi karena semua peserta akan dites gula darah dan kolesterolnya. Buat saya, yang tidak pernah rutin memeriksakan kesehatan, hal ini bikin deg-deg-an. Bukan karena takut jarum, tapi takut angka hasilnya. Meski sejujurnya saya nggak terlalu mudeng, angka yang bagus itu berapa. Alhamdulillah, tekanan darah, gula darah, juga kolesterol normal bahkan low. Tapi berat badannya masih belum normal. Uhuk.

Sejatinya, pemeriksaan kesehatan rutin ini salah satu program yang penting dalam pemeliharaan kesehatan. Melalui Program GERMAS atau Gerakan Masyarakat Sehat yang dicanangkan secara nasional, Cek Kesehatan secara Rutin adalah fokus program di tahun 2017 ini selain Aktivitas Fisik, dan Perbanyak Makan Sayur dan Buah.

Keterangan tentang GERMAS bisa baca: Hidup Sehat dengan GERMAS

Padahal rasanya males ya, wong nggak sakit kok harus cek kesehatan. (Helow judulnya aja cek kesehatan, bukan cek kesakitan)

Jadi seperti disampaikan oleh Ir. Purwati, kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, yang menegaskan juga informasi dari dr Widoyono siang harinya, bahwa penyakit-penyakit tidak menular itu semakin merajalela. Bahkan secara ekstrem menghabiskan porsi yang besar dari dana BPJS Kesehatan. Nah lho. Jadi dengan GERMAS, salah satunya kita secara sadar memeriksa kesehatan diri sendiri, bisa mengurangi terjadinya penyakit-penyakit tidak menular yang menggerogoti dana kesehatan bangsa ini. Penyakit-penyakit itu antara lain stroke, diabetes, gagal ginjal.

Mau cek kesehatan di mana? Ke Puskesmas aja! Jadi, jangan malaassss! Yuk GERMAS!

Rockport, bukan sebangsa Musik Metal.
BBB - Blogger-Blogger Bahagia Hehe

Pagi hari yang dingin di Ungaran, tapi hari cerah. Kami sudah digiring ke parkiran The Wujil untuk mengukur kebugaran tubuh dengan metode Rockport. Beberapa hari sebelumnya sempat cari tahu tentang metode ini. Takutnya badan yang kaku kaku karena jarang olah raga ini tak akan sanggup menanggung deritanya. Hihi, lebay.

Tapi ternyata metode Rockport ini sederhana, dan bisa kita lakukan sendiri. Metode ini juga bukan sebangsa ospek, karena benar-benar menyesuaikan dengan kondisi badan masing-masing peserta. Jadi intinya adalah peserta melakukan aktivitas lari/ jogging/ jalan cepat/ jalan lambat/ jalan santai semaksimal yang bisa dilakukan oleh tubuhnya, sejauh 1mil, atau sekitar 1,6 km. Setelahnya bisa diukur tingkat kebugaran masing-masing.

Mengapa tes kebugaran ini penting? Karena dengan menilai kebugaran seseorang dapat digunakan untuk mencegah atau bahkan mengobati penyakit-penyakit yang menyebabkan kemunduran kesehatan akibat gaya hidup yang tidak sehat dan atau penuaan

Tes Kebugaran dapat mengukur tingkat kebugaran seseorang dengan mengukur volume seseorang dalam mengkonsumsi oksigen saat latihan dan kapasitas maksimum (VO2 Maks). VO2 Maks adalah Oksigen maksimal yang dapat digunakan oleh tubuh manusia untuk melakukan aktivitas yang intensif. Biasanya VO2 Maks dinyatakan dalam satuan liter per menit atau mililiter/menit/kgBB.

Tes kebugaran ini juga dipakai untuk calon jamaah haji.



Nah, sebelumnya kami sempat mengisi kuesioner tentang kondisi tubuh masing-masing. Beberapa dari kami yang pernah mengalami atau menderita masalah kesehatan seperti sering mengalami nyeri dada di bagian kiri, atau pernah dinyatakan menderita sakit tertentu oleh dokter, akan diberi pengawasan khusus.

Alurnya begini:

1. Sebelum memulai pemanasan, dilakukan penghitungan denyut nadi permenit. Denyut saya 88.
2. Pemanasan/ peregangan ringan.
3. Lari/ jogging/ jalan di lintasan sejauh 1,6 km. (Waktu tempuh dihitung) Kaki saya lagi bengkak tidak memungkinkan dibawa lari, akhirnya jadi jalan cepat.
4. Di garis finish dilakukan penghitungan waktu tempuh, dan denyut nadi. Waktu tempuh saya 14 menit dan denyut saya (cuma) 100. Haha. Nambah dikit banget.
5. Mencocokkan hasil waktu tempuh dan denyut nadi dengan tabel yang ada di formulir kebugaran.

Selain data-data di atas, hasil metode Rockport ini di pengaruhi oleh jenis kelamin, dan usia. Nah, hasilnya, berdasarkan usia saya, kebugaran saya ada di kelas: Cukup. Yaa lumayaaan. Daripada Kurang atau Kurang Banget. Sedihnya sebagian besar dari kami, meskipun masih muda –ehm-, justru punya tingkat kebugaran yang Kurang. Kalaah dengan ibu-ibu dari Dinas Kesehatan yang lebih senior tapi tingkat kebugarannya “Sangat Baik”. Hoho. Larinya aja jauh lebih cepat dari sayaaa. Beliau 11 menit. Huhu.

Tapi kami semua, sepulang dari acara temu blogger kesehatan ini, bertekad di dalam hati untuk menjadi lebih bugar dan sehat! Dalam rentang 3 bulan, bisa dilakukan tes dengan metode ini secara mandiri. Semoga hasilnya lebih baik.

Selama dua hari bersama Dinas Kesehatan Kota Semarang, membuka wawasan saya tentang hal-hal yang sebelumnya tidak terpikirkan, atau ada di depan mata tapi enggan merhatiin. Padahal setiap diri kita bertanggung jawab dan memberikan kontribusi entah negatif atau positif untuk kesehatan tidak hanya diri sendiri dan keluarga, tapi juga lingkungan. Karena akan jadi apa masalah kesehatan di kota kita, bahkan di alam semesta ini, dipengaruhi oleh diri kita. Be A Healthy Hero!
Semua pengen bahagia dan sehat, sisters, roomie, dan rombongan
Satu kepakan sayap kupu-kupu, bisa jadi awal badai yang dahsyat.