Wednesday, February 18, 2015

Tulus



Wajahmu bersimbah merah. Aku bahkan nyaris tidak tahu itu kau. Kalau saja aku tidak mengenali baju yang kau pakai. Itu jaketku.

Justru aku tak bisa mengalihkan pandanganku pada dia, yang terpaku menatapmu dengan sejuta pedih. Air di ujung matanya tak berhenti mengalir. Tapi tidak ada isak.

Aku tahu dia tak tahu aku. Apalagi kita. Tapi aku tahu tentang kalian, semuanya.
Kenyataan sungguh keterlaluan mengantarkanmu kepadaku malam ini.

“Tolong, sebuah mobil menabrak kami. Namanya Andini.”

Aku mendorongnya pergi. Lelaki yang membopongmu dengan mata merah. Lelaki yang lupa pada luka di tubuhnya sendiri.  Kubiarkan sejawatku merawatnya. Tapi kamu, harus sembuh lewat tanganku.

Tidak akan aku biarkan malam ini merampas hari-harimu. Hari-hari yang kamu bagi dengan lelaki itu, dan aku. Hari-hari aku mencintai kamu.

Aku menunggu. Berjaga sepanjang malam. Menanti pagi yang mengantarkanmu membuka mata.

Aku tak peduli jika esok kamu harus kembali berbagi. 

“Hai,” sapamu.
“Hai, Andini.”

Dan kita berdua tersenyum. 


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis.
 

No comments:

Post a Comment