Sunday, October 30, 2022

Kamu Suka Drama Korea?

 


Kamu Suka Drama Korea?

Nggak banyak sih, film Korea yang sudah saya tonton. Apalagi drama Korea (Drakor) yang biasanya sampai ber-season-season. Waktunya yang belum tersedia untuk bisa deal with alur cerita yang biasanya sengaja dibuat panjang dan banyak konflik. Rasanya kurang bisa menikmati film yang terlalu banyak “drama”. Nonton itu, (menurut pendapat saya) mestinya bikin kita happy, dan releived. Bukannya nambahin stress.

Dengan alasan kendala bahasa, saya juga jarang memilih Drakor buat ditonton. Karena waktu nonton seringkali dilakukan sambil mengerjakan hal lain, mulai beberes rumah atau kerja di depan laptop, saya lebih suka bisa sesekali cuma “mendengar” film, ketimbang “menonton” dengan mata harus terus mantengin layar. Inilah salah satu sebab di playlist Netflix saya isinya cuma film-film yang sudah pernah saya tonton (berulang kali). Macam playlist musik zaman Winamp dahulu kala. Eh, bahkan ketimbang mendengarkan musik, saya lebih suka “mendengarkan” film sambil bekerja.

Kembali ke Drakor, satu-satunya drama Korea yang ada di playlist Netflix saya adalah Hometown Cha Cha Cha. Meski saya nggak paham bahasa Korea, “mendengar” film ini sudah memberi efek yang mirip seperti saya sedang “nonton” film kesukaan saya yang lain.

Trus, kenapa kok Hometown Cha Cha Cha?

Ceritanya tentang hubungan antara seorang dokter gigi perempuan dan seorang laki-laki serba bisa. Setting cerita berada di daerah pedesaan Korea yang terletak di tepi laut.

Saya tahu Drakor ini dari perbincangan teman-teman SMA di grup WA, dan baru benar-benar tergerak nonton karena ada bapak-bapak yang ikutan merekomendasikannya. Saya pikir pasti ada yang beda dari ceritanya sampai dia mau nonton Drakor ini diantara banyaknya film lain padahal waktunya nggak banyak.

Setelah saya nonton, pertama kali tentu saja ada bagian-bagian yang ke-skip. Alias saya nggak mantengin bener, cuma sekilas-sekilas aja dilihat. Kalau saya nggak suka, baru satu atau dua episode, si Drakor sudah hilang dari playlist. Biasanya karena alur cerita terlalu “drama” atau tokoh yang “sok keren”. Kadang konflik yang terlalu kentara di awal bisa bikin males nerusin nonton juga.

Tapi Drakor yang ini, saya menikmati alur cerita yang mengalir pelan, seolah-olah cerita sehari-hari. Belum lagi tokoh-tokohnya yang terlihat alami. Nggak sok cantik, nggak sok keren, seolah biasa aja. Settingnya pun demikian. Rumah-rumah yang jadi tempat tinggal para tokohnya kelihatan riil.

Biasanya lagi, kalau jumlah tokoh dalam film terlalu banyak, saya juga males nerusin nonton. Apalagi ini film asing dengan nama-nama asing. Dijamin nggak akan hafal siapa itu siapanya siapa. Tapi di Hometown Cha Cha Cha tokoh yang banyak itu dilengkapi dengan karakter yang kuat. Masing-masing bahkan punya cerita latar belakang, yang bisa melengkapi cerita si karakter utama, tanpa bikin pusing.

Tokohnya komplit mulai dari anak SD sampai nenek-nenek. Masing-masing punya cerita. Dan meski Drakor ini bergenre komedi dan romance, tetap ada kisah-kisah yang bikin mewek. Terutama kisah yang relate banget sama saya. Yang mana, ya rahasia aja dah.

Meski akhirnya setelah lewat sepuluh episode, drama mulai meruncing, plus kejadian-kejadian yang dibikin serba kebetulan, tapi tetap Drakor ini masih jadi Drakor yang saya simpan di playlist.

Sesudahnya saya sampai mantengin grup setiap ada pembicaraan soal Drakor, berharap ada lagi Drakor yang semacam ini. Tapi belum ada tuh, yang ngena seperti yang satu ini.

Kalau ada yang mau kasih rekomendasi, boleh ya kasih tahu saya.

 

 


Saturday, October 15, 2022

Lima Kumpulan Berita Viral - yang Masih Jadi Angan-angan





Kadang, membaca berita viral di berbagai kanal media, membuat kita bosan. Dalam satu waktu, beritanya itu-itu saja. Kadang juga kita mengrenyit, kok ya bisa gitu aja viral, karena buat kita berita-berita itu seringkali terasa nggak mutu dan nggak relate.

Kadang, saya berharap, ada berita-berita viral semacam ini, yang bisa membuat hati bahagia.

Kumpulan berita viral di bawah ini, masih dalam angan-angan saya. Dibayangkan boleh, diharapkan, ya rada susah bisa terwujud. Tapi berangan-angan memang hobi banyak orang. Dan kalau sudah bisa bikin hepi meski beritanya cuma khayalan, ya lumayan.

1. Sembarangan parkir mobil di jalan warga, wajib bayar tarif Rp500 ribu per jam. Parkir lebih dari satu jam tanpa izin, mobil otomatis menjadi milik warga setempat.

Ehm, di negara mana gitu, aturan ini pasti akan membuat para warga yang selama ini terzolimi karena susah keluar dari garasi rumah sendiri bisa bernafas dengan lega.

2. Mulai bulan depan, setiap tagihan listrik Rp250 ribu dan kelipatannya, mendapatkan voucher belanja Rp100 ribu di minimarket pilihan Anda.

Ya kali ada yang nggak seneng dengar berita ini di tengah kenaikan tarif listrik, dan harga barang yang terus naik. Sarana promosi macam ini, bisa membuat pelanggan aktif menggunakan perangkat listrik, meningkatkan pembelian kompor, dan mobil listrik. Minimarket akan ramai, otomatis, karena daya beli masyarakat meningkat. Tapi bagi perusahaan penyedia listrik, akibatnya mungkin akan sangat fatal.

3. Setiap siswa yang belum memiliki KTP, mendapatkan layanan antar jemput gratis yang wajib disediakan oleh setiap sekolah.

Dipastikan para ibu yang setiap pagi berjibaku mengatur jadwal antara mengantar anak dengan jadwal yang berbeda-beda, sementara di rumah setrikaan numpuk, sayur dan tempe belum dimasak, akan bersorak gembira. Hal ini juga bisa mencegah banyaknya anak-anak di bawah umur, yang tentunya belum punya SIM, berkeliaran di jalan mengendarai kendaraan bermotor.

4. Setiap pengantin baru, akan diberikan fasilitas rumah gratis yang bisa ditempati selama sepuluh tahun.

Banyak hal positif dari hal ini, diantaranya bisa menambah waktu nabung biar akhirnya bisa punya DP buat beli rumah, tanpa habis duluan karena mesti bayar kontrakan. Dan bisa mengurangi konflik dengan para mertua yang seringkali terlaporkan dan viral (beneran) di media sosial.

Kadang kita juga harus hati-hati ya sama berita yang viral. Karena nggak semua yang viral itu benar adanya. Seperti saya ini. Judulnya ada 5, kok isinya ternyata cuma 4.

Cita-cita saya memang nulis lima berita viral, tapi malam ini barusan banget mendarat di kasur habis setir menyetir dan nyeberang pakai kapal dari bumi Sriwijaya balik ke Ibu kota. Jadi ya agak pegel-pegel raganya, dan jiwanya cuma pengen mainan di laptop, ngeliatin IG story sambil menahan kangen sama kucing-kucing di rumah. Ini barangkali salah satu tulisan paling cepet yang saya bikin di blog ini. Mulai ngide sampai jadi nggak ada sejam. Empat aja dulu deh berkhayalnya. Selamat beristirahat, semoga bahagia, kita semua.

Thursday, October 6, 2022

Menang

 



“Kalau nggak suka bola, kok nonton bola?”

“Aku suka melihat orang yang menonton pertandingan sepak bola.”

“Semacam hobi gitu nontonin orang? Aneh banget sih, nggak ngerti.”

Memang banyak yang dia tidak mengerti.

“Aku suka melihat wajah-wajah penonton bola.”

“Ada apa emangnya di muka mereka?”

“Ada berbagai macam emosi.”

Dahinya berkerut.

“Kalau mukanya penonton bulutangkis kamu tontonin juga?”

Aku menggeleng.

“Basket? Voli?”

“Tidak.”

“Aneh. Kamu ini orang paling datar. Tapi hobinya nontonin muka orang.”

“Malam minggu besok ada pertandingan. Kamu mau ikut?”

Sorot matanya langsung berubah. Sejurus kemudian berganti lagi.

“Nggak deh, makasih. Mana mungkin. Aku ini sakit.”

“Dokter bilang kamu boleh keluar rumah.”

“Buat apa, toh bentar lagi mati.”

“Kamu tidak boleh menyerah.”

“Kamu nggak liat apa keadaanku ini? Kalau hidup ini pertandingan, aku udah kalah.”

Rautnya masygul.

“Di pertandingan sepak bola kamu bisa melihat wajah-wajah yang kalah seperti apa. Bukan seperti kamu.”

Bibirnya mengerucut, alisnya yang tebal bertaut.

“Kalau kamu ikut, aku akan menemani kamu ke mana saja kamu mau.”

“Ke mana aja?”

Aku mengangguk.

Dia terdiam. Tangannya sibuk memainkan ponsel, meski aku tahu pikirnya telah bertualang.

“Kalau aku mati, emangnya kamu mau nemenin?”

Dikiranya aku tak mendengar.  

*

“Aduh! Kemasukan gol lagi!”

Pekikmu terurai oleh marah yang menggemuruh. Kerumunan raut menjadi geram dan gusar.

Aku beranjak.  

“Ayo pulang.”

“Nanggung, sekalian nonton sampai selesai, ya!”

Paras yang telah berminggu-minggu pucat itu merona.

“Aku mengajakmu bukan untuk menonton pertandingan.”

“Minta minum!”

Aku menyodorkan air dalam botol yang telah surut separuh.

Dia menenggaknya sampai habis.  Pandangannya beralih ke lapangan. Rakus melahap kembali hidupnya yang sempat terenggut senyap.

Menit-menit berlalu. Aku mengedarkan pandangan. Mengamati aneka rupa. Mengintai gerak-gerik. Kecewa, amarah, frustrasi.

“Kita pulang sekarang.”

Tanganku menangkap tangannya. Siap menariknya pergi.

Matanya membola menatapku.

“Kamu… takut?”

Iya.

“Lebih baik pulang sekarang.”

Senyumnya tersungging.

“Tapi aku masih mau di sini. Ayo, tepati janjimu, temani aku.”

Aku berhitung.

“Tidak akan menang.”

“Seperti aku.”

“Bukan.”

“Kamu tahu rasanya berminggu-minggu cuma teronggok seperti lap gembel?”

Aku menggeleng.

“Sekarang aku nggak peduli kalah atau menang. Aku cuma mau nonton pertandingan ini sampai selesai!”

Dalam kekuatannya aku melesak. Terus menatapnya. Tak seguratpun cemas.

Orang-orang mulai merangsek. Dia makin merona diantara berang.

Asap menyesakkan membumbung. Aku menyeret langkahnya menerobos kemelut.

Tapi ujung jalan pun pampat.

Aku sudah tak bisa melihat dia. Hanya mendengarnya terus tertawa meski terjejal di dekatku. Sedekat kudengarkan degupan jantungnya.

Aku merenungkan parasnya sekali lagi. Dia tidak pernah kalah.


Foto dan Gambar:

Freepik