Tuesday, November 18, 2025

Tactogram, Sentuhan Teknologi Pemandu Jutaan Langkah

 

 

Kita berjalan di antara gedung dan pertokoan, melintasi taman-taman kota, dan segala fasilitas publik seperti terminal dan stasiun kereta, terasa begitu biasa. Langkah kaki kita terayun dengan mantap, tahu kemana arah berpijak. Mata kita menangkap semua tanda tanpa perlu bertanya-tanya.

Pernahkah kita berpikir, bagaimana dengan kelompok masyarakat lain -mereka yang melihat dunia dengan cara berbeda- beradaptasi dengan desain kota yang terasa wajar?

Masyarakat tunanetra, yang terhubung dengan dunia lewat suara, sentuhan dan bunyi.

Kita yang bisa melihat seringkali lupa, bahwa bagi mereka, informasi visual yang bertebaran di ruang publik -dari rambu di jalan hingga peta petunjuk- bagaikan sebuah jurang yang memisahkan mereka dari kemandirian. Desain untuk orientasi dan mobilitas yang mengandalkan mata tak pernah adil bagi tunanetra.

Salah satu dosen saya pernah berkata, seorang arsitek harus bisa menciptakan desain yang humanis, desain yang berpusat pada manusia sebagai pengguna. Artinya sebagai desainer kita harus memahami manusia, menekankan empati, termasuk mengerti apa yang diperlukan berbagai pihak termasuk kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lansia, sehingga menciptakan desain yang mudah diakses bagi banyak orang.

Realitanya dalam pekerjaan saya sehari-hari, desain arsitektur untuk penyandang disabilitas sering dikesampingkan atau hanya menjadi tempelan karena berbagai alasan. Adalah fakta, di banyak sudut kota, ketidakadilan untuk penyandang disabilitas dalam hal ini tunanetra masih menjadi masalah yang nyata.

JARAK YANG TERBENTANG

World Health Organization memperkirakan bahwa ada lebih dari tujuh juta orang menjadi buta setiap tahunnya. Di Indonesia, angka tunanetra prevalensinya mencapai 1,5% dari populasi, yang berarti jumlahnya lebih dari empat juta orang. Jumlah ini akan terus bertambah.  

Sudah saatnya kita menyadari bahwa di sekitar kita ada jutaan manusia dengan keterbatasan, yang memiliki hak yang sama untuk bisa bergerak secara mandiri.

Menciptakan desain ruang publik yang ramah bagi tunanetra bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban.

Pemerintah sesungguhnya telah mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penyandang disabilitas, yang secara tegas mewajibkan negara dan penyelenggara layanan publik menyediakan aksesibilitas yang adil. Meski dalam praktiknya, pada bangunan-bangunan publik, di jalanan, di berbagai fasilitas layanan transportasi, belum tersedia akses yang memadai. Jangankan tanda-tanda arah, jalur bagi tunanetra yang terpasang di jalanan saja seringkali tidak jelas, dan dipasang asal-asalan.

Kegagalan dalam menciptakan fasilitas yang inklusif adalah kegagalan kolektif dalam berempati. Kita terlalu nyaman dengan kemampuan mata kita melihat dunia sehari-hari, sampai lupa bahwa dunia yang sama, terasa berbeda bagi tunanetra.

Hukum yang sudah mengatur, bagaikan janji yang terpisah jarak dari kenyataan. Jarak yang berupaya untuk dijembatani oleh seorang pemuda dari Jawa Barat, Fariz Fadhlillah.

DARI EMPATI JADI SOLUSI

Teramat mungkin dalam keseharian, Fariz telah menghabiskan berjam-jam waktunya untuk mengamati desain taktil yang terpasang di berbagai tempat. Desain taktil ini merujuk pada benda-benda yang didesain dengan permukaan bertekstur yang biasa dipasang untuk membantu para tunanetra melakukan mobilitas secara mandiri.

Bagi seseorang yang belajar teknologi desain, Fariz menyadari bahwa kunci desain yang baik adalah desain yang dapat dipahami dan memberikan pengalaman yang baik bagi penggunanya.

Fariz kemudian melakukan pengamatan pada desain taktil yang ada di Stasiun Kereta Api Bandung. Untuk menggali fakta lebih dalam lagi, Fariz juga mewawancarai puluhan penyandang tunanetra. Hasilnya, sebuah keluhan yang seragam: ketidakkonsistenan desain taktil yang sudah ada. Para penyandang tunanetra yang diwawancarai Fariz merasa sulit membedakan simbol satu dengan yang lain karena teksturnya terlalu mirip atau terlalu rumit.

Kesimpulannya, desain yang sudah ada masih kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan para tunanetra. Dari sini Fariz bertekad untuk menciptakan sesuatu yang dapat membantu mereka untuk bisa bergerak dengan lebih percaya diri.

Dengan menggabungkan pengetahuannya tentang desain dan bahasa universal sentuhan, setelah tekun meneliti dan melakukan berbagai percobaan, Fariz menghadirkan ubin Tactogtam, sebuah ubin taktil, yang bisa menjadi penuntun tunanetra dengan bahasa yang lebih cerdas dan inklusif. Sebuah jembatan yang nyata.

Jembatan Nyata: Ubin Tactogram

Sumber: @tactogram. (n.d.). Instagram. Diakses dari https://www.instagram.com/tactogram

 

TEKNOLOGI TACTOGRAM

Tactogram adalah sistem panduan sentuhan yang menggunakan bentuk geometris sederhana untuk menyampaikan informasi publik yang penting, sehingga tunanetra dapat dengan cepat membedakan dan memahami maknanya saat mereka merabanya di ruang publik.

Tactogram sebagai sistem simbol, adalah “rambu-rambu” khusus yang dirancang untuk dibaca melalui sentuhan.

Simbol-simbol ini berupa bentuk-bentuk geometris sederhana seperti kotak atau lingkaran, dan dibuat timbul agar dapat diraba. Melalui bentuk-bentuk ini, tunanetra dapat membaca secara sistematis dengan meraba bentuknya sehingga proses mengenali simbol lebih cepat dan efisien. Misalnya simbol sebagai penunjuk arah ke toilet, ke pintu keluar, atau tangga. Dengan demikian informasi-informasi kritis ini mudah dipahami oleh tunanetra terutama pada saat mereka berada di ruang publik seperti stasiun, bandara, atau rumah sakit.

Prinsip kesederhanaan ini diterapkan Fariz dalam mengembangkan ubin Tactogram. Simbol-simbol pada ubin Tactogram dipilih bukan tanpa alasan. Keempatnya memiliki bentuk yang mudah dibedakan, dengan presisi yang tinggi untuk diidentifikasi lewat sentuhan. Jari atau tongkat tunanetra dapat dengan cepat dan pasti membedakan jumlah sudut dan lengkungan. Hal ini penting untuk mencegah kebingungan. 

Fariz juga hanya memakai empat bentuk simbol untuk mengoptimalkan kinerja System Working Memory. Jika terlalu banyak memakai simbol berbeda, otak harus berusaha lebih keras untuk mengingat dan membandingkan semuanya secara berurutan, sehingga proses navigasi menjadi lambat dan tidak efisien.

Setiap simbol pada ubin Tactogram dibuat dengan jarak dan kedalaman tekstur yang tepat agar bisa dikenali dengan mudah oleh ujung tongkat yang biasa dipakai tunanetra. Cekungan di tengah-tengah ubin disesuaikan dengan ukuran ujung tongkat tunanetra, agar mereka lebih mantap berjalan sesuai jalur.

Pemilihan warna ubin Tactogram juga dirancang agar inklusif bagi semua jenis gangguan penglihatan, bukan hanya bagi yang mengalami kebutaan total. Berdasarkan teori ada tiga warna yang digunakan Fariz pada ubin Tactogram yaitu grayscale (hitam putih), kuning, dan biru.

KOLABORASI GLOBAL UNTUK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Sebuah konsep yang hadir dari empati telah terwujud menjadi sebuah teknologi baru. Tactogram hadir sebagai sistem navigasi bagi tunanetra untuk menentukan arah dengan lebih presisi dan cepat.

Namun inovasi bukan hanya tentang menciptakan, melainkan terus menyempurnakan. Fariz terus berkomitmen untuk mengembangkan ubin Tactogram tidak hanya inklusif dan peduli pada isu sosial, namun juga menjadi karya yang peduli lingkungan.

Sebagai peneliti dan penemu Tactogram, Fariz berkolaborasi dengan Chloe, seorang material engineer dari Inggris. Keduanya bersama Conture Concrete Lab, sebuah micro-factory dengan spesialisasi pada material beton yang berkelanjutan, berpartisipasi dalam sebuah program global bernama Design Matters Lab. Mereka berupaya mengubah limbah menjadi bahan baku untuk membuat ubin pemandu.

Inovasi menjadikan ubin taktil menjadi karya peduli lingkungan.

Sumber: @tactogram. (n.d.). Instagram. Diakses dari https://www.instagram.com/tactogram

 

Kain bekas, pecahan beton, pecahan kaca, hingga puntung rokok dicoba untuk diolah menjadi bahan baku yang berguna. Dari hasil percobaan itu, ditemukan bahwa pecahan beton menjadi bahan baku yang memberikan kekuatan terbaik. Hasil ini menambah optimisme Fariz bahwa kualitas produk ubin Tactogram lebih baik dibandingkan ubin taktil yang banyak dipakai di jalan.

 

MENGHADAPI TANTANGAN

Meskipun ubin Tactogram terus dikembangkan, sistem ini menghadapi kendala fungsional yang mendasar. Agar desain Tactogram dapat bekerja secara optimal dan akurat, diperlukan kesesuaian antara ubin taktil di permukaan lantai dengan alat bantu utama pengguna: tongkat tunanetra.

Sayangnya hingga saat ini belum ada standar resmi di Indonesia yang mengatur spesifikasi ukuran dan bentuk ujung tongkat tunanetra. Di lapangan hal ini akan mempengaruhi akurasi panduan yang diberikan oleh ubin Tactogram.

Tantangan dari desain infrastruktur juga perlu dihadapi dengan banyaknya trotoar yang dibangun tanpa standar, sehingga ubin taktil terpaksa terputus atau terpasang dengan kemiringan yang berbahaya.

Keterangan Foto: Di Lapangan, ubin taktil sering terabaikan, terhalang oleh aktivitas masyarakat.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

 

Kurangnya empati sosial juga membuat keberadaan ubin taktil seringkali terabaikan, sehingga tertutup oleh pedagang kaki lima, bahkan parkir ilegal. Tantangan ke depan keberadaan ubin taktil juga menghadapi kendala dalam pemeliharaan, yang bisa menyebabkan ubin berlumut, retak bahkan pecah, mengubahnya dari sarana bantuan menjadi jebakan.  

Keterangan Foto: Kehadiran ubin taktil di jalan, perlu didukung dengan pemeliharaan yang baik agar terus memberikan manfaat.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

 

Karena itu Fariz terus berkomitmen untuk menyempurnakan desainnya dengan membuat ubin Tactogram menjadi anti licin dengan kekuatan yang terus ditingkatkan sehingga aman dan nyaman digunakan oleh tunanetra. Sebuah upaya inovasi teknologi tiada henti untuk menghasilkan produk terbaik yang berkelanjutan.

Sebagai bukti keseriusan dan komitmennya, desain inovatif Fariz telah diakui secara resmi oleh negara. Pada tahun 2024, ia berhasil mendapatkan hak paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk karyanya: “Tactile Pictogram System”.

Hak Paten dari Kementerian Hukum dan HAM RI

Sumber: @tactogram. (n.d.). Instagram. Diakses dari https://www.instagram.com/tactogram

 

Di masa depan, dengan mengusung prinsip desain yang universal, Fariz berupaya agar Tactogram bisa diaplikasikan di banyak tempat tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Sebuah sistem yang bisa mengubah permukaan benda-benda pembentuk ruang di sekitar kita seperti dinding dan lantai menjadi bidang yang bisa dibaca dengan sentuhan. Dengan sistem ini, tunanetra dan orang dengan keterbatasan penglihatan bisa bernavigasi di ruang publik dengan kemandirian yang lebih besar.

 

DUKUNGAN ASTRA UNTUK PEMUDA DAN TEKNOLOGI

Teknologi tidak terbatas pada penemuan mesin-mesin canggih atau software mutakhir, melainkan juga inovasi karya yang mengedepankan desain yang humanis. Satu langkah yang ditempuh Fariz dalam berkarya untuk menjembatani kesenjangan yang dilihatnya sehari-hari, di masa depan menjelma jadi jalan yang pembuka peluang-peluang baru.

Dengan Semangat Astra Terpadu untuk (SATU) Indonesia Awards, Astra melihat potensi dari Tactogram yang dikembangkan Fariz dan memberi ia penghargaan sebagai Penerima Apresiasi Tingkat Provinsi: Satu Indonesia Award tahun 2024 di bidang Teknologi, sebagai Perintis Desain Tactile untuk Aksesibilitas Tuna Netra, dari Provinsi Jawa Barat.

Tactogram sebagai karya yang lahir dari empati, mengirimkan pesan bahwa puncak dari pengembangan teknologi bukan terletak pada produk yang canggih dan mahal, melainkan pada kemampuannya untuk bermanfaat pada manusia.

Apresiasi SATU Indonesia Awards yang diberikan kepada Fariz dalam bidang teknologi merupakan wujud konsistensi Astra dalam memberikan apresiasi kepada kaum muda visioner yang mampu menerjemahakan ide menjadi inovasi teknologi yang nyata di lapangan.

Penghargaan SATU Indonesia Awards bukanlah penutup dari kisah Fariz, melainkan sebuah dorongan dan dukungan dari Astra bagi kaum muda untuk terus berani mengambil langkah untuk berkarya.

 

Bertahun lalu, langkah Fariz bersama Tactogram dimulai dari visi sederhana, bahwa setiap orang seharusnya bisa bebas bergerak di dunia yang luas ini tanpa kendala.

Fariz mengajak kita turut mewujudkan kehadiran sebuah sistem universal yang tidak hanya menjadi tempelan, tetapi menjadi bagian mendasar dari desain ruang-ruang publik, menjadikannya lebih dekat, hadir bagaikan uluran tangan senyap yang memandu jutaan langkah manusia.

 

#SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia

 

Daftar Referensi:

Karya Ilmiah dan Publikasi Jurnal:

Fadhlillah, F. (2018). Building General Perception for Blind People as Orientation System in The Bandung City Train Station through The Pictogram Design. Dalam 1st International Conference on Art for Technology, Science, and Humanities (ARTESH). ITB, Bandung.

Fadhlillah, F. (2020). Seminal Breakthrough In Tactile Pictogram Design For Visually Impaired In Train Station. Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia FSD - Universitas Multimedia Nusantara, 13(2), 1-15.

Fadhlillah, F. (2021). Optimizing Visually Impaired Ability to Read Tactile Pictogram through Texture Design. Visualita Jurnal Online Desain Komunikasi Visual, 10(1), 14. https://doi.org/10.34010/visualita.v10i1.5091

Sumber Berita Daring:

RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. (2024, 22 Februari). Penyakit Mata Penyebab Utama Kebutaan di Indonesia. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. https://rsupsoeradji.id/penyakit-mata-penyebab-utama-kebutaan-di-indonesia/

Liputan6.com. (2025, 28 Februari). Keren, Fariz dan Chloe Sulap Limbah Puntung Rokok Jadi Guiding Block alias Ubin Pemandu untuk Berjalan. Liputan6.com. https://www.liputan6.com/disabilitas/read/5938270/keren-fariz-dan-chloe-sulap-limbah-puntung-rokok-jadi-guiding-block-alias-ubin-pemandu-untuk-berjalan?page=4

Good News From Indonesia. (2025, 13 Oktober). Fariz Fadhlillah, Membangun Jalan yang Bisa 'Bicara' lewat Tactogram untuk Teman Tunanetra. Good News From Indonesia. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/10/13/fariz-fadhlillah-membangun-jalan-yang-bisa-bicara-lewat-tactogram-untuk-teman-tunanetra

 

Situs Web dan Media Sosial:

Tactilepictogram.com. (n.d.). Tactile Pictogram. Diakses dari https://tactilepictogram.com/

@tactogram. (n.d.). Instagram. Diakses dari https://www.instagram.com/tactogram

Tactologue. (2025). Tactogram Catalogue. [Katalog].

 

Panduan Pelayanan Kepada Penyandang Disabilitas (Ombudsman Republik Indonesia)

Diakses dari https://jdih.ombudsman.go.id/monografi/jdih-35/panduan-pelayanan-kepada-penyandang-disabilitas