Monday, October 30, 2017

Rumah Idaman

Tiga dari lima kenalan yang datang ke rumah saya untuk pertama kalinya selalu bertanya, “Rumahnya didesain sendiri, ya?” Alasan mereka tentu saja karena tahu kalau saya kuliah di jurusan arsitektur. Sepertinya lazim bertanya seperti bertanya pada desainer kondang: bajunya bikinan sendiri, ya?

Sayangnya sementara ini jawaban saya: tidak. (Belum)

Dari hari pertama usai menikah saya langsung tinggal di rumah kontrakan. Awalnya selama dua tahun, lalu pindah di rumah kontrakan lain juga selama dua tahun juga. Di tahun ke lima, kami pindah ke rumah yang dibeli dengan mencicil. Karena kebutuhan akan rumah berjalan linier dengan kebutuhan lain dan pendapatan, jadinya kami nggak sempat benar-benar menabung untuk membangun rumah “from scratch”. 

Idealnya membangun rumah yang benar-benar idaman membutuhkan waktu setidaknya satu tahun. Kalau selama setahun itu kami juga masih harus bayar kontrakan, sungguh tidak ekonomis. Belum lagi proses mencari tanah, mendesain, dan lain-lain. Kalau saja selama empat tahun pertama kami bisa numpang tinggal (misal di rumah keluarga) nggak usah bayar kontrakan, mungkin –mungkin lho ya- uang yang terkumpul bisa buat nyicil beli tanahnya sekaligus nambah-nambahin uang beli pasir dan batu.
Tempat nongkrong idaman. Sumber gambar: Pinterest

Jadi, di rumah sekarang, desain saya sendiri paling top adalah ketika membuat dapur tambahan. Itupun setelah lima tahun rumah ini saya tinggali. Sebelumnya “dapur” saya nangkring di atas meja komputer yang sudah saya pakai sejak zaman kuliah. 

Daripada panjang-panjang cerita soal sejarah rumah, saya mulai saja kisah “rumah impian” seperti diminta oleh mbak Archa Bella, seleb blogger dari Semarang yang cuantik bin ajaib, dan mbak Dian Nafi, seleb penulis dari Demak yang sudah melanglang buana. Keduanya adalah lulusan jurusan arsitektur. 

Apakah saya punya desain rumah idaman?

Saya sudah pernah menggambar rumah idaman saya pakai aplikasi AutoCAD. Sayangnya nggak bisa saya tampilkan di sini karena PC yang ada AutoCAD nya sedang eror. Tiga kali saya menggambarnya. Yang pertama rumah idaman dari rumah sederhana (sekali) yang sempat kami beli waktu masih ngontrak dulu, lalu desain pengembangan dari rumah yang sekarang saya tinggali, dan yang ketiga rumah dari lahan di ladang mimpi yang luasnya 500 meter persegi. Seperti apa kira-kira?

Teras yang luas. 
Teras idaman, tidak pakai gebyok. Sumber gambar: Houzz

Meski model rumah masa kini justru meminimalkan bahkan meniadakan teras, buat saya teras itu penting sebagai ruang peralihan, dan utamanya privasi penghuni rumah. Teras juga baik untuk sirkulasi udara di dalam rumah. Karenannya, di rumah yang saya idamkan, teras harus luas dan teduh. Saya termasuk penyuka bentuk atap teras dengan tritisan lebar dan panjang. Teras idaman saya biasanya memasukkan satu set kursi andong, berlapis tegel merk kunci ala zaman dulu, dengan pot-pot tanaman di sekelilingnya. Di sana setiap tamu bisa duduk dengan nyaman, tapi privasi penghuni rumah tetap terjaga. 

Dapur yang bersih dan terang. 

Di beberapa rumah, dapur sering diletakkan di bagian paling belakang dan kurang diperhatikan. Ada yang menyatukan dapur dengan tempat cuci pakaian, (yang pakai sumur) dan berhadapan dengan pintu kamar mandi, atau letaknya jauh di belakang. Akibatnya acara memasak di dapur sangat tidak nyaman. 

Padahal, dari mana energi satu keluarga itu berasal kalau bukan dari dapur? Mengapa kegiatan dapur dianggap kegiatan kotor yang hanya pantas diletakkan di tempat seadanya? 

Di rumah impian saya, dapur harus cukup luasmya. Lantainya bersih, terang, dan bersirkulasi udara baik. Dapur mesti punya jendela besar yang terbuka ke arah taman, supaya orang yang bekerja di dapur merasa nyaman. 

Di Indonesia, acara memasak memang sepertinya membutuhkan dapur yang mudah dibersihkan. Kalau hanya mengikuti desain pantry ala orang Barat saya kira kurang pas, karena aneka jenis masakan ala Indonesia yang dimasak memakai minyak, santan, rempah, dan lain-lain. Jadi dapur dengan material yang mudah dibersihkan is a must! Percuma kalau di dapur kita jadi kudu ekstra tenaga karena takut dapur ternoda minyak, kecap, takut tepung menyembur, takut bau terasi menguar, dan lain-lain. Memasak harus dilakukan dengan tenang, karena selepas itu toh dapur bisa dibersihkan. 

Halaman Belakang yang Lapang

Rumah idaman saya menyertakan halaman belakang yang luas. Luasnya tak terbatas alias seluas-luasnya kalau bisa menampung semua aktivitas yang tidak bisa dilakukan dengan bebas di luar. Barangkali karena dulu waktu kecil sering main di kebun belakang orang. 

Halaman belakang ini juga sarana yang bagus buat seluruh aktivitas penghuni rumah di ruang terbuka, tapi tetap terjaga privasinya. Kecuali sih, kalau ada yang iseng nerbangin drone dan memata-matai dari atas.
Kolam idaman anak-anak. Sumber gambar: Pinterest
Halaman belakang yang ideal banget ada kolam renangnya. Supaya anak-anak dan temannya, atau kerabat, bisa bermain dengan senang. Supaya emaknya bisa berenang dengan bebas tanpa ribet ke kolam renang umum. 

Selain itu di halaman belakang harus ada bagian berumput dan pohon-pohon peneduh. Bisa buat kemping. Bisa buat menanam pisang. 

Beberapa halaman belakang orang ada pasir pantai dan dermaganya. Jelas ini tidak mungkin kecuali kalau rumah idaman saya ada di pinggir pantai Kemujan Karimun Jawa. 

Musala

Idealnya musala idaman berbentuk gazebo rumah kayu, berada di dekat kolam dan air yang bergemericik. Ukurannya sekitar 5x5 meter persegi. Lantainya dari kayu, jendela kayu. Tempatnya di bagian depan rumah, supaya bisa dijangkau banyak orang, terutama teman-temannya anak-anak. Musala ini tidak perlu ada banyak barang. Cukup lemari untuk meletakkan peralatan ibadah. 

Perpustakaan

Di Indonesia, tanpa bantuan sistem pengatur udara rasanya sulit mewujudkan ruangan yang bebas debu. Meski beberapa desain rak buku yang tak berpintu terlihat menawan, saya lebih memilih ruangan untuk perpustakaan menggunakan lemari buku dengan pintu kaca. Alasannya? Tentu saja supaya buku-buku di dalamnya lebih terlindung dari debu.
Betah berlama-lama di sini. Sumber gambar: Pinterest
Perpustakaan idaman tidak harus luas banget, tapi cukup untuk menampung koleksi buku dan ada jendela dengan sofa dan bantal-bantal empuk. Saya suka banget dengan model “window seat”. Rasanya sangat nyaman duduk sambil membaca di sana. 

SOHO (Small Office Home Office)
Ruang kerja idaman. Sumber gambar: Pinterest
Karena saya sekarang lebih suka kerja di rumah supaya bisa sambil mengurus dan mengawasi anak-anak, keberadaan SOHO ini jadi penting. Sepertinya beberapa belas tahun kedepan, dengan semakin padatnya lalu lintas, dan semakin canggihnya cara manusia berkomunikasi, orang-orang akan semakin banyak yang bekerja dari rumah. SOHO merupakan bagian dari rumah, tapi cukup “terpisah” sehingga aktivitas pekerjaan dan rumah tangga bisa saling terjaga privasinya. 

Rumah yang Melindungi

Hm, sedari tadi rumah idaman selalu menyebutkan kata privasi. Rumah, pada dasarnya memang pelindung bagi penghuninya. Rumah bisa melindungi secara lahiriah, dari cuaca, dari orang lain, dari gangguan binatang, dan lain-lain. Untuk itu rumah haruslah berada di lokasi yang nyaman dan aman. Sejatinya rumah tak perlu luas atau mewah. Secara fisik, rumah cukuplah memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kebersihan. 

Yang terpenting, rumah adalah pelindung batin seluruh penghuninya. Rumah idaman, adalah tempat yang selalu dirindukan untuk pulang. Seluruh kenyamanan dan kemewahan fisik tak akan ada artinya jika nyawa dari rumah yaitu para penghuninya tidak kerasan. 

Actually, as long as I’m with my beloved ones, any house would be a home for me.



10 comments:

  1. whoaaaa...keren sekali makwin. Rumah yang halamannya bisa buat kemping, dan rumah yang melindungi lahir batin. semoga terwujud ya impiannya. Aamiin

    ReplyDelete
  2. aku pengen rumah model beginian mba :-D
    semoga lekas kekabul ya mba Win.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yuhuu pengantin baru semoga segera juga menempati rumah idamannya.

      Delete
  3. Hihi. Geli disebut cantik bin ajaib...kaya kapur ajaib aja..haha. pengen tuh SOHO terwujud dirumahku. SOHOku jejeran ma meja setlika..jd klo lagi fokus kerja,mlengak sitik,baju setumpuk blm disetrika...huwaaaaa ..#mooddrop

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah kalau SOHO ku di sebelah dapur sama meja makan. Akibatnya sangatlah nyata!

      Delete
  4. Bener mbak win, uang abis buat kontrakan itu bisa buat dp rumah, atau beli tanah buat dibangun sendiri, aku pun nyicil kok ada uang dilunasin, rumahku ada teras, taman dan kolam ikan juga musola walaupun cuma 90 meter persegi hehehe

    ReplyDelete
  5. Aku pun pengen punya private library teruw ngadep nya ke kebun belakang asyik kayanya ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga cepet kesampaian, Mbak.. trus aku main deeh :)

      Delete