Wednesday, February 25, 2015

Gelombang - The Plot is Thicken

Review-nya 

Saya ingat tempat pertemuan pertama saya dengan Supernova. Di sebuah toko buku dalam mal, dia lagi ‘nongkrong’ di atas tumpukan ‘Buku Baru’.

Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh (2001) bikin saya langsung mumet over dosis. Saya yang waktu itu masih anak kuliahan, merasa keren bisa membaca buku yang sophisticated. Sejak itu saya kecanduan. Saya berubah jadi anak kecil yang duduk di meja makan, menungggu masakan ibunya matang.

Akar (2002), tidak langsung membuat saya doyan. Rasanya agak aneh dan asing. Tapi rupanya seperti akar, diam-diam dia tumbuh dan membuat saya tak bosan melahapnya lagi, dan lagi. Sebaliknya Petir (2004), seperti makanan favorit saya. Tentu saja saya makan dengan nikmat dan selalu nambah.

Setelah itu ternyata saya harus kelaparan selama delapan tahun. ‘Penyiksaan’ itu membiarkan saya menyelesaikan kuliah, ketemu jodoh, menikah, hingga punya anak. Perubahan yang nggak cuma terjadi pada saya -penunggu setia yang kelaparan-, tapi juga pada Sang juru masak. 

Untunglah, Partikel (2012) akhirnya selesai juga. Delapan tahun ‘puasa’ bikin saya (sedikit) rakus. Partikel adalah cerita yang kaya dengan petualangan, mirip Akar. Bedanya saya langsung suka. Rasanya sungguh familiar. Inilah hasil ‘puasa’ delapan tahun.

Dan ternyata saya nggak perlu lama-lama puasa lagi, karena dua tahun kemudian, Gelombang (2014) datang. Tokohnya laki-laki bernama Alfa Sagala dari Sianjur Mula-Mula. Alfa terlahir dengan ‘rahasia’ yang tersembunyi dalam mimpi buruknya.  

Cerita Alfa mirip seperti kisah Zarah (Partikel). Keduanya mengalami satu ‘lompatan takdir’ yang membuat jalan hidupnya otomatis berubah. Kisah yang rapi dan mengalir. Ibarat hidangan, Partikel itu pecel Madiun, Gelombang ini pecel Malang. Rasanya lezat, dekat, karena tetanggaan. Dan tentu saja mbak Dee sudah sangat piawai mengulek sambalnya.

Setiap kali pula, 'kesaktian' tokoh di Supernova pasti bikin iri. Bukan kemampuan Alfa hidup tanpa tidur yang bikin saya mupeng, tapi otak Alfa yang cerdas, -mungkin menurun dari mamaknya yang rajin membaca- dan tekadnya yang nyaris seperti nekad –kalau ini mungkin seperti bapaknya-. Alfa is a fast learner plus risk taker.
I wish ada radioactive spider yang bisa membuat orang cepat menguasai berbagai bahasa asing seperti Alfa Sagala. Saya rela digigit. 

Membaca Gelombang membuat semua seri Supernova sebelumnya menjadi semacam buku misteri.  Saya seperti digiring dalam petualangan yang makin lama makin menegangkan. Sisipan cerita lucu seperti ‘kisruh’ penamaan Alfa dan saudara-saudaranya tidak berhasil mengurangi ketegangan saya.
Mengapa begitu, karena Gelombang memperjelas, bahwa selalu ada kawan dan lawan. Si jagoan punya tujuan, dan lawan-lawan itu akan selalu menjadi penghalang.

Pertanyaannya adalah, siapa menjadi apa? Duh, saya jadi mereview kisah-kisah sebelumnya. Saya sulit membayangkan kalau Mpret (Petir) yang berhasil mempesona saya karena cool abis itu ternyata adalah lawan. Tapi siapa yang tahu?
Dalam setiap episode Supernova memang setiap tokoh utama akan beroleh ‘pendamping’. Karakter-karakter kuat yang menemani si jagoan menemukan jati dirinya. Pertemuan mereka ini selalu seperti takdir. Mengejutkan dan tak dinyana. 

Dalam Gelombang jelas sudah. Tokoh-tokoh itu ada bukannya tanpa alasan.
Mereka itu either Peretas, Infiltran, atau Sarvara. Hua, horor. #eh

Tokoh-tokoh utama dari semua seri Supernova juga mulai bersinggungan. Mereka hampir saling menemukan. Kalau Petir dan Akar sudah bertemu, dengan siapakah Gelombang akan ketemu duluan? Bagaimana cara mereka ketemu? 

The Plot is Thicken. Kisah ini sudah hampir sampai.

Mungkin karena itu dalam Gelombang kita tidak bisa lama bersantai-santai. Kisah Alfa di Sianjur Mula-Mula langsung menyuguhkan ketegangan, sebelum akhirnya dia pindah ke Jakarta. Cuma sekejap di Jakarta, Alfa malah jadi imigran gelap ke New York. Sebentar juga di sana karena Alfa harus segera sampai ke Tibet. 

Memang ada beberapa detail cerita yang suka saya ‘skipped’ ketika membaca ulang. Seperti waktu Alfa ke-edanan main gitar, dan sesi Alfa dengan dokter Colin di Amrik. Buat saya tujuan Alfa sudah terlalu jelas: Indonesia. Pulang. Seperti juga tokoh-tokoh yang lain, mereka akan ketemu di satu tempat. Apakah itu di Bandung, Jakarta, atau satu alamat baru yang diciptakan mbak Dee. (Saya selalu ‘WOW’ dengan semesta yang dibuat mbak Dee: begitu nyata.)

Selanjutnya bagaimana? Setelah ending di pesawat yang bikin deg-deg-an, mbak Dee bilang: Bersambung ke episode Intelegensi Embun Pagi. Menilik judulnya, kayaknya bakalan hadir sesuatu yang sejuk dan adem. Apakah itu berarti selesainya semua kisah yang sudah ada belasan tahun ini? 

Ya, saya masih duduk manis dan menunggu, kok.  


Pick Me, Dee’sCoaching Clinic, and Why?

Seperti orang yang suka diam-diam, rasa itu biasanya sangat dalam. Saya sudah jatuh hati kepada tulisan mbak Dee waktu membaca cerita Rico si kecoak di satu majalah remaja. Duh, hitungannya sudah lebih dari belasan tahun ke belakang. Waktu Supernova berhasil mengikat saya untuk duduk manis menunggu, saya juga melahap Filosopi Kopi (2006), Rectoverso (2008), Perahu Kertas (2009), dan Madre (2011). 

Cerita-cerita itu kadang ‘gue banget’ sehingga bikin saya merasa dekat padahal nggak kenal. Buku-buku Dee menjelma teman ketika sendirian. 

Sementara itu, tak satupun review pernah saya tulis. Karena rasanya tak cukup kata-kata untuk menuliskannya. (Cie ini mah…) Andaikan harus diungkapkan, saya cuma bisa bilang, “Saya suka kamu.” 

Rasa suka yang mendorong keinginan saya untuk menulis dengan bagus. Karya mbak Dee menjadi benchmark yang sangat tinggi. Di gunung sana, sementara saya masih ngesot di lembahnya. 

Rasa suka yang membuat saya kepo dan jadi one of the many folowers-nya di twitter. Kegiatan ‘memata-matai’ yang bikin saya jatuh hati lagi karena sosok mommynya Keenan dan Atisha ini. 

Cuma mbak Dee yang membuat saya (dengan status emak-emak) santai ngantri dengan para ABG demi ketemu langsung dan mendapatkan tanda tangannya. Harta saya yang paling berharga di rak buku.

Yes, she 'said' that to me. :D

Dua pesan di atas saya yang minta untuk dituliskan mbak Dee. Diam-diam saya harapkan jadi mantra super biar beneran kejadian. 

 I wanna be a writer.
Saya pengen ‘tertular’. 

Dan cara paling ampuh untuk ‘ketularan’ adalah dengan bertemu.  


Belajar dari cerita-cerita mbak Dee, ‘Semesta’-lah yang mengatur setiap pertemuan.

Tulisan ini semoga menjadi jalan yang membuat kami ketemu.

10 comments:

  1. Kereeen... suka reviewnya. Karya Dee itu malah baru baca Rectoverso, Madre, Perahu kertas. Supernova malah belum baca krn dulu belum insyaf baca novel anak negri hihii *maaf*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasii mak Wati.... Yuk ah, ikutan baca.. ^^

      Delete
  2. Nah ini dia biang ngereview yg selalu pura2 gak bisa ngreview hahahaa... Wes kepilih ini pastiiii...ketauan Dee akut banget mah. Good luck ya Mak Win, Dee udah nungguin tuh buat coaching clinicnya ;)
    Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh dulu juga membuatku merasa keren saat memegangnya dan dilihat orang lain, meskipun pas baca jadi berasa kayak kedondong ga laku dibuat manisan... dongdong pisaaaannn :) Pusing sampe jadi trauma mau baca buku2 berikutnya. Ntar an pinjemi buku2mu ya mak biar bisa baca lagi dg lebih tenang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga doamu dikabulkan bersama doaku, mak Uniek. :')
      Pinjem Supernovaku boleh banget, tapi mesti pake perjanjian hitam di atas putih,... Ada tanda tangannya Mother Alien Dee Lestari soalnya XD

      Delete
  3. Apiiiikkk apiiiikk. Wis berasa moco tulisane mbak Dee tenan reeekk. Gutlak mak :* :*

    Aku punya bukune Dee yang satu set, sampai sekarang masih dipinjem. Gelombangpun bernasib sama :D

    Awalnya enggak gitu suka, semakin ke dalam semakin penasaran, endingnya pengen protes "kok ceritane wis bar" :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siapin buku catatan peminjaman di samping rak bukumu itu Taro :)). *Tak siap-siap minjem lagi.

      Delete
  4. Ulasannya mantap... Bener mbak, cara biar ketularan ya bertemu belajar secara langsung... Super

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal, Mas Adi... Tinggal di Yogya yah? My favorite place :))

      Delete
  5. Bener-bener die hard fans nya Dee nih, salim dulu.
    Keren reviewnya, pantas banget kepilih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. :) super telat baca komennya mbak Ety >,<

      Delete